GONET.ONLINE,Kota Gorontalo – Kecewa dengan keputusan hakim dalam dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Kuasa Hukum terdakwa SMH akan ajukan banding.
Hal itu dikatakan langsung oleh kuasa hukum Rommy Hiola, SH,MH, saat konferensi pers bersama awak media, di Kantor Hukum Djakra Law Firm, Kota Gorontalo, Jumat (09 /06/2023).
Menurut Rommy, Majelis Hakim sudah tidak melihat lagi bukti persidangan bahwa tidak ada satupun yang membuktikan di dalam persidangan bahwa terdakwa SMH bersalah.
“Karena Terdakwa SMH tidak pernah mengelola dan menyimpan harta kekayaan dari hasil kejahatan, sebagaimana unsur-unsur dalam pasal 5 TPPU, sebab dalam fakta persidangan, suami Terdakwa tidak pernah mentransfer uang kepada terdakwa, dan hanya memberikan secara tunai gajinya saja. Suami terdakwa pun tidak pernah menggunakan ATM miliknya, karena sedari awal dibuat rekening, istrinya (terdakwa) yang memegang dan mengelola ATM tersebut,” ungkap Romi.
Lebih lanjut, Rommy Hiola menilai bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya melakukan copy paste surat dakwaan ke tuntutan, yang mana surat dakwaan JPU banyak kesalahan penulisan yang mengakibatkan berubahnya materi, bahkan merubah kronologi perkara.
” Begitupun dalam persidangan putusan tadi, hakim tidak mempertimbangkan atau menyinggung secara detail kesalahan dari JPU dalam menyusun surat dakwaan itu. Karena seharusnya surat dakwaan dan surat tuntutan itu batal demi hukum karena kabur dan cacat-cacat hukum, namun hakim tidak mempertimbangkan itu semua,” tambahnya.
Bahkan kata Rommy, JPU mengatakan kesalahan penulisan dalam surat dakwaan itu tidak akan merubah substansi surat dakwaan, namun kenyataannya akibat dari kesalahan penulisan tersebut, kronologi perkara menjadi berubah, sehingga membuat seolah – olah ada transaksi dari saksi FA (suami) ke terdakwa (istri). Hal ini tentu sangat fatal karena kronologi sebenarnya, transaksi yang terjadi adalah dari rekening terdakwa ke rekening terdakwa yg lain, dan yang melakukan adalah terdakwa SMH sendiri. Karena, suami tidak terlalu menguasai rekening, dan pada saat itu yang menguasai buku rekening/ATM adalah istrinya (terdakwa).
“Terdakwa SMH, merupakan salah satu karyawan bank tentunya ia tahu yang mana pendapatan dari usaha-usaha kos-kosan dan mana yang merupakan gaji yang masuk,” ujarnya.
“Hasil usaha kos-kosan tersebut, itu di rekeningnya suami, ketika ada kebutuhan rumah tangga maka dilakukan lagi transferan milik terdakwa SMH. Dan yang melakukan transaksi tersebut adalah terdakwa SMH sendiri tidak ada dari suaminya FE yang diduga pelaku penggelapan,” jelasnya.
“Hakim tidak lagi melihat itu, bahkan dalam persidangan tadi, hal ini kemudian dikesampingkan seolah-olah menjadi kabur, sehingganya tidak ada pertimbangan terkait fakta tersebut,” tuturnya.
“Oleh karena itu, kami selaku penasehat hukum SMH merasa sangat-sangat kecewa dengan keputusan hakim menghukum terdakwa SMH 1 tahun 2 bulan penjara dengan denda Rp. 200 juta. Menurut kami Ini merupakan kriminalisasi dan kami sebagai kuasa hukum akan mengajukan banding,”tegasnya.